Sabtu, 19 September 2015

My Little Pony Time

By the-wizard-of-art. Taken from
http://the-wizard-of-art.deviantart.com/art/Bad-Mane-Day-538375946
I don't know why, but something feels particularly ominous in this drawing.

Speaking of it, I need to see more MLP drawings with unsettling and ominous atmosphere which are NOT grimdark.

Selasa, 30 Juni 2015

Mannequin - Promo 2008 (2008)


(Bahasa Indonesia)
Para metalhead mungkin lebih mengenal band yang satu ini sebagai Plasmoptysis. Jika kalian tidak tahu tentang Plasmoptysis, biar saya ceritakan sejarah singkatnya. Mereka pertama kali berdiri pada tahun 2006 dengan nama Arasy, lalu berganti nama menjadi Mannequin, sebelum akhirnya bermetamorfosa menjadi Plasmoptysis pada tahun 2008. Dibawah nama Mannequin, mereka hanya merilis satu album promo pada tahun yang sama. Ngomong-ngomong, namanya sekilas mengingatkan saya pada band brutal death metal legendaris, Brodequin. Kebetulan sekali, musik yang dimainkan Mannequin memiliki beberapa kemiripan dengan musik yang dimainkan Brodequin.

Kualitas produksinya kurang lebih sama dengan kualitas produksi lo-fi pada album "Instruments of Torture"-nya Brodequin. Saya sangat menyukainya. Sang drummer juga bermain dalam kecepatan tinggi, namun tidak melulu bermain dengan cepat, yang diiringi dengan hentakan-hentakan simbal yang cukup kuat, seakan-akan kepala kita dipukul berulang kali dengan gada paling keras hingga otak kita meledak keluar dari kepala, mirip dengan performa Chad Walls. Memang, snare-nya sedikit bermasalah, namun tidak masalah selama tidak terlalu mengganggu. Vokal growl-nya juga cukup berat dan tanpa ampun, walaupun saya harap bisa lebih baik lagi.

Permainan bass-nya lebih sering mengikuti permainan gitar, namun ada kalanya ia terdengar sendiri dan memberikan kesan yang lebih berat pada musik yang mereka mainkan. Terakhir adalah permainan gitarnya. Sang gitaris menyuguhkan kita perpaduan brutal death/grind ala Brodequin dan slamming brutal death metal yang cukup umum dimainkan band-band Indonesia.

Satu-satunya masalah yang saya miliki adalah klip-klip audio yang diambil dari film-film. Saya tak pernah menyukainya sejak pertama kali. Saya dapat memakluminya jika mereka hanya menaruhnya sebagai bagian dari intro dan/atau pada awal paling tidak satu lagu lain, namun mereka menaruh pada awal dan akhir lagu "Darah Tumbal". Mungkin ini hanya masalah saya saja, anda bisa saja tidak menghiraukan klip-klip audio tersebut.

Selain masalah klip audio, Mannequin menyuguhkan kita perpaduan apik antara brutal death/grind a la Brodequin dengan slamming brutal death metal yang cukup unik. Saya sarankan anda mendengarkannya secepat mungkin, walaupun ini hanya album promo saja.

(English)

Many metalheads may know this band more as Plasmoptysis. In case you don't know, they originally formed in 2006 under the name Arasy, then changed their name into Mannequin, and eventually became Plasmoptysis by 2008. When they were still called Mannequin, they only released a promo album at the same year. That name sorta remembers me of Brodequin, by the way, and I need to know if these guys indeed sound like Brodequin.

The production has that gritty, yet still audible quality, similar to Brodequin's "Instruments of Torture". God, do I love it very much. The drummer also plays ridiculously intense blast beats similar to those played by Chad Walls. As with Chad Walls himself, the drummer accompanies those blast beats with pulverizing cymbal crashes, as though a nail bat hits your head so hard that your brain explodes out from your head. Sure, the snare has that thudding sound which is common among Indonesian bands, but the performance makes up for it.

The guttural vocals are also as brutal and unrelenting as those of Jamie Bailey's, although I wish it was deeper. The bass mostly follows the guitars, but there are times where it shows up and makes the music heavier. Speaking about the guitars, the guitarist plays a shitload of brutal death/grind riffs which would make Mike Bailey proud. Unlike Mike Bailey, however, he plays the chugging riffs more often, making the guitar play feel a little bit more like slamming brutal death metal than brutal death/grind.

The only thing I didn't like was the audio clips. I never like them since forever. I have no problem if they put them as part of the intro or at the beginning of at least one song. But if you listen to the track "Darah Tumbal", you'll be disappointed by how short the actual music is, compared to the audio clips put at the beginning and the end of the track.

Apart from the audio clips, I really love this album. Even if it's just a promo album, it's one of a few outstanding promo albums I ever know. If you're a fan of Brodequin, then search this album via Google. I guarantee you, this one won't disappoint you.

Minggu, 21 Juni 2015

Broken Rain - Here Comes the Pain (2015) (English Only)

Broken Rain is a hard 'n' heavy band hailing from Banská Bystrica, Slovakia. They formed in 2006 as a cover band, but later they started writing their own material, with their first demo released in 2009. Six years later, they released their debut album, called Here Comes the Pain.

The production stands great. It has that old-school vibe which remembers me of those old Indonesian heavy metal bands. It also has a lot of dynamic range, which means the snare drum sounds strong. All the instruments can be heard clearly. The bass is played by Vladislav Gális. Although he doesn't try to impress anyone with his performance, it helps the music sound even heavier than it should be.

Drummer Branislav Končír spends his time playing mid-paced rhythms, so not much can be said about it. Filip Prašovský and Imrich Šimig both play the guitars. They play steel-heavy riffs which harken back to the old days of heavy metal. As with countless other heavy metal bands, they also throw in two melancholic songs, "Wanna Love My Girl" and "Tonight". The keyboards, also played by Imrich Šimig, add to the old-school atmosphere. I got to say, I love their performance.

Last but not least is the the performance of the vocalist Martin Rybár. His performance is best described as the catchiest and most old-school sounding performance. They throw me back to the glorious days of the 1980's.

One thing that surprised me was the bonus track "Broken Rain", which also happens to be my favorite track. It doesn't sound like the rest of the songs. Instead, it sounds like something a 60's rock band would come up with. They just cut the bullshit away and go simple in this song. I like it.

Although this album is not groundbreaking, it is still impressive in an old-school way. If you are a fan of old-school heavy metal, go check these guys. You won't be disappointed at all.

http://bandzone.cz/brokenrain
http://broken-rain.webnode.sk/

Selasa, 12 Mei 2015

It's Taco Tuesday!

Didn't remember to post something until recently. Here, have a little silly comic by great-5, featuring Aria Blaze and Sonata Dusk from Rainbow Rocks.
 I promise I will come up with a metal album review sometime.

Minggu, 26 April 2015

Putting my blog on my Derpibooru profile page

DERPI-LINKVALIDATION-EB7E53A302

Since I have a Derpibooru account, I try to indirectly promote this blog by putting this blog's link to my profile page, and since thelink is pending verification by a member of the administration team, I have to put this in order to speed up the verification process.

And yeah, I'm a brony. ;)

Senin, 06 April 2015

Sperma Reject - Hellcroot (2014)

Cover-nya WOW sekali... / So shocking, such controversy.
(Bahasa Indonesia)
Saya tidak pernah menyukai band-band brutal death metal yang mengusung tema pornografi. Oke, mungkin ada beberapa pengecualian, seperti Total Anal Infection dan Rezume, namun tetap saja saya tidak menyukai band-band brutal death metal berembel-embel porno. Kalian boleh saja bertanya-tanya, "Tapi tujuan asli dari metal kan menyinggung perasaan orang sebanyak-banyaknya!? Jadi, tema pornografi dan hal-hal seksual itu wajar-wajar saja!". Sebelum kalian melanjutkan, tidak, saya sama sekali tidak mempermasalahkan tema-tema tersebut. Saya TAHU bahwa menyinggung perasaan orang sebanyak-banyaknya memang merupakan tujuan asli, namun band-band brutal death metal berembel-embel porno biasanya bermain secara asal-asalan.

Dan kali ini, kita kedapatan satu lagi band yang memiliki ciri-ciri tersebut; Sperma Reject dari Tangerang. Mereka merilis EP mereka yang bertajuk Hellcroot pada 7 Juli tahun lalu (2014). Pertama, kita mulai dengan produksinya. Dibandingkan dengan band-band seperti Radang Kelamin dan Enmity, produksinya masih agak mendingan, namun tetap saja kualitasnya kentara rendah. Satu-satunya hal yang bagus dari produksinya adalah gitar bass yang terdengar dengan jelas. Dan jangan menanyakan saya tentang drum-nya. Saya benci suaranya. Amat, sangat benci. Jika kalian pernah mendengar drumming Radang Kelamin, maka drumming dari Sperma Reject bisa dijelaskan seperti ini; setali tiga uang dengan drumming Radang Kelamin. Snare-nya terdengar seperti tong sampah, bass drum-nya terdengar seperti mesin tik. Tidak ada yang bagus dari drumming-nya, kecuali mungkin sedikit sentuhan simbal yang dominan.

Mungkin, satu-satunya hal yang saya sukai dari Hellcroot adalah bass-nya yang dapat terdengar cukup jelas. Setidaknya, mereka tidak memperlakukan bass-nya sebagai pemanis belaka. Memang, bass-nya hanya mengikuti permainan gitar, namun terdengar dengan cukup jelas.

Vokalnya juga terdengar biasa-biasa saja dan terdengar sama seperti ribuan band brutal death metal lainnya di luar sana. Hanya guttural growl yang terdengar brutal, tapi tidak ada kualitas yang memukau. Band-band brutal death metal Indonesia dikenal dengan vokalnya yang memiliki kualitas memukau, jadi bisa dikatakan Sperma Reject sangat mengecewakan untuk sebuah band brutal death metal Indonesia. Dan yang terakhir adalah permainan gitarnya. Sekilas, permainan gitarnya memang terdengar lumayan, namun jika kalian mendengarkan Hellcroot mulai awal sampai akhir, kalian akan menyadari satu hal; permainan gitarnya terdengar sama saja dari lagu pertama sampai terakhir. Gitarisnya sama sekali tidak tertarik untuk memberi variasi pada permainan gitarnya.

Ini adalah satu lagi bukti bahwa skena brutal death metal Indonesia masih memiliki band-band macam poser yang tidak memedulikan kualitas dalam bermain metal. Hindari EP ini sebisa mungkin.

https://spermareject.bandcamp.com/releases

(Laman hanya diberikan sebagai tanda bukti musikalitas dari Sperma Reject. Kunjungi laman di atas dengan menanggung resikonya sendiri.) 

(English)
I never like Indonesian brutal death metal bands which sing about porn and sex. Well, there are exceptions, like Total Anal Infection and Rezume, but they're very few and far between. You may call me a crybaby SJW for not liking those bands, but I'll have you know one thing; these bands sacrifice everything that defines Indonesian brutal death metal as you all know in order to achieve "br00tal" songwriting and gather as much adolescent kids as they can. In a nutshell, they are an Indonesian equivalent to Enmity.

In case you do not believe what I say, just check this band called Sperma Reject from Tangerang. They released their EP, Hellcroot on June 7th, last year. First, we'll start with the production. While it sounds nowhere as awful as Enmity, it still sounds remarkably awfully muffled. Perhaps, the audible bass is the only redeemable quality from it. The drumming is more awful than the production. You know how much Indonesian brutal death metal bands have a hollow thudding sound when it comes to the snare drum? This time, it's even worse. Since it's the loudest part of the instruments, you can predict just how awful it sounds. Add that to the Enmity-esque mentality ("BLAST ALL THE TIME"), and you get the drumming of Sperma Reject. But hey, nice job adding a lot of cymbals, though. I give you +1 for that.

The bass is perhaps the only thing I like from the EP. It's pretty audible and nice. Even if it only follows the guitars most of the time, it still sounds nice.

The vocals sound awfully generic and uninteresting. They sound indistinguishable from many other brutal death metal bands. The vocalist obviously does nothing to impress the listeners at all. Most Indonesian brutal death metal bands are known for the unique approach on vocals, so this one just disappoints me a lot. Worst of all is the guitar work. At first, it may sound pretty okay, given how talented Indonesian metal guitarists are. But if you listen to this EP from the beginning to the end, you will realize one thing; the guitars sound the same all over the time. Sure, they don't sound inane like Enmity, but the Enmity-esque mentality makes it sound kinda atrocious.

This is one proof that the Indonesian brutal death metal scene, not unlike many other metal scenes, has a bunch of poseurs which do not give shit about quality. Avoid this EP at all.

https://spermareject.bandcamp.com/releases

(I only included the link to show you just how awful this band sounds. Click it at your own risk.)

Jumat, 03 April 2015

Unholiness - Unholy Promo 2013 (2013)


(Bahasa Indonesia)
Dengan pengecualian atas Haemorrhage, saya biasanya tidak menyukai band-band metal dari Spanyol. Ini karena kebanyakan band-band tersebut bermain dengan cukup buruk, sehingga musik yang dihasilkan pun cukup buruk. Dan sejauh ini, provinsi Spanyol dengan band-band metal berkualitas buruk terbanyak adalah Katalonia.

Namun, kali ini saya menemukan sebuah band metal dari Spanyol yang ternyata cukup bagus. Namanya adalah Unholiness dari Zaragoza, Aragon. Mereka aktif dari tahun 2012 sampai 2014 yang lalu. Dilihat dari namanya, kalian pasti dapat menebak kan sub-genre metal yang dimainkan oleh Unholiness? Yap, mereka memainkan blackened thrash metal, yang merupakan perpaduan dari black metal dan thrash metal. Mereka hanya merilis satu promo pada tahun 2013, namun itu sudah cukup memukau saya.

Produksi dari promo ini terdengar cukup old-school. Jika kalian adalah penggemar berat thrash metal tahun 1980-an, maka sudah dapat dipastikan bahwa kalian akan betah mendengarkan Unholiness berlama-lama. Gitar bass juga terdengar sangat jelas.

Tadeo sang drummer menunjukkan kebolehannya dengan memainkan d-beat yang sangat cepat dan terdengar seperti tembakan senapan serdadu neraka. Dia juga mengiringinya dengan beberapa fill drum yang sayangnya tidak terlalu kuat kesannya. Saya harap suara drumkit-nya bisa lebih keras lagi, namun saya tetap menyukai permainan drum Tadeo.

Yang lebih menarik adalah permainan bass dari Edu. Tidak seperti kebanyakan bassist band-band metal, alih-alih hanya mengikuti permainan gitarnya saja, permainannya dipenuhi dengan riff-riff yang berdiri sendiri, membuat musik Unholiness cukup unik dan groovy.

Vokalis Rob bernyanyi dengan gaya black metal yang penuh angkara murka. Ia benar-benar terdengar seperti sesosok iblis yang keluar dari neraka Jahanam.

Duet gitar maut Dario dan Nacho adalah yang paling utama di promo ini. Mereka memainkan riff-riff thrash yang mengingatkan kita akan band-band thrash tahun '80-an. Pokoknya kita diajak ber-headbang ria oleh mereka. Selain itu, saya juga menyukai solo gitar yang dimainkan pada lagu "Unholiness".

Walaupun promo ini sangat pendek (hanya dua lagu dengan durasi total mencapai lima menit), namun promo ini sangat disarankan untuk penggemar old-school thrash metal yang juga menyukai black metal. Kalian dapat mengunduh promo ini pada halaman Bandcamp mereka dibawah ini.

http://unholiness.bandcamp.com/

(English)
With the exception of Haemorrhage, I don't usually like Spanish metal bands. Most of the time, they suck very much. The most province which is the offender is perhaps Catalonia.

But then I found Unholiness, which just made my day. Hailing from Zaragoza, Aragon, this blackened thrash band was pretty short-lived, being only active from 2012 to 2014. During their short lifespan, they only released one demo called Unholy Promo 2013. And I'd like to say that I am delighted with said demo, which I will review this time.

The production has that old-school sound which totally kicks ass. If you're especially a fan of old-school thrash metal, it won't take long for you to get used to Unholiness. The bass is also pretty prominent.

The music, however, kicks ass more than the production. The drummer Tadeo shows off his skills by playing fast-paced d-beats that sound like the gunfire of the assault rifle of Satan's soldiers. He also occasionally plays a few fills that, unfortunately, don't interest me much. I also wish the drumkit sounded louder. Other than those two problems, I still like Tadeo's performance.

Now we'll talk about the bass, which is performed by a guy called Edu. Despite his funny name, his performance is nothing to laugh about. The bass plays its own riffs, instead of just following the guitar work, making the music produced by Unholiness sound more groovy than it's supposed to be. God, do I love his performance.

Meanwhile, a guy called Rob performs the vocals here. His vocals consist of a sick, angry rasp which absolutely defines black metal. He really sounds like a devil coming out from Gehenna.

Best of all is the guitar work by Dario and Nacho. They both play lots of shredding riffs which harken back to the 80's thrash metal days. I especially like the solo in the title song.

Although this promo is very short, it is very recommended if you're into old-school thrash metal with some black metal elements. You can download it on their Bandcamp page below.

http://unholiness.bandcamp.com/

Minggu, 29 Maret 2015

Permafrost - Transitory (2015)

Kira-kira seperti inilah katarsis terlihat jika divisualisasikan. / This is probably how catharsis would look like if it was visualized.
(Bahasa Indonesia)
Permafrost adalah band beraliran blackened doom metal dari Alexandria, negara bagian Virginia, Amerika Serikat. Mereka sudah berdiri sejak tahun 2009, namun baru merilis album perdana mereka yang bertajuk Transitory pada tanggal 16 Januari tahun ini (2015). Band-band beraliran blackened doom metal cukup jarang keberadaannya, selain itu, saya juga kesusahan mencari band-band blackened doom metal yang menggugah selera saya. Beruntunglah bagi saya, Permafrost mampu menarik perhatian saya.

Produksi dari album ini terdengar cukup lo-fi, namun bukan berarti semua instrumennya sulit didengar. Justru, produksi dari album ini "diseimbangkan" dengan mixing (oleh Simon Callahan dari Midnight Eye) dan mastering (oleh Nikita Kamprad, bukan Nikita Kampret lho!) yang mumpuni, sehingga semua instrumennya dapat terdengar dengan jelas. Tak hanya itu, gitar bass-nya juga terdengar cukup jelas dan berdistorsi tebal, tidak seperti kebanyakan lagu metal yang saya dengar sekarang ini. Gabungan antara produksi lo-fi dan mixing-mastering mumpuni seperti ini sulit ditemukan pada band-band black metal, jadi saya merasa beruntung dapat mendengarkan musik Permafrost yang memiliki gabungan ini.

Drum-nya dimainkan oleh seseorang dengan pseudonim E (ya, hanya E). E lebih sering memainkan ketukan-ketukan lambat yang merupakan ciri khas blackened doom metal dan diiringi dengan beberapa fill drum dan ketukan-ketukan simbal, tetapi ia juga sesekali memainkan blast beat yang memiliki pattern primitif, a la black metal tradisional. Permainan drum E terdengar seperti bumi yang bergemuruh.

Untuk bass, dimainkan oleh seseorang dengan pseudonim Andus Sapien. Nama yang cocok untuk performanya, saya rasa. Permainan bass-nya lebih sering mengikuti permainan gitar, namun karena bass-nya sendiri terdengar cukup jelas dan berdistorsi tebal, seperti yang sudah saya sebut sebelumnya, memegang andil yang cukup besar dalam musik Permafrost yang terdengar cukup primitif (dalam konotasi positif). Kebanyakan band-band metal mengabaikan bassist dan menganggap mereka hanya sebagai pemanis kecil belaka, jadi saya terkejut ketika mendengarkan permainan bass di album ini.

Dan yang terakhir namun paling utama adalah permainan gitar dan vokal oleh Hollow Lung. Vokalnya menyimpan amarah dan kebencian yang mendalam. Ia terdengar seperti arwah yang mendiami sebuah hutan terlarang selama ribuan tahun. Tak hanya itu, ia juga menyempatkan diri menggunakan vokal clean pada lagu "Nausea". Omong-omong soal vokal clean, pada lagu "Oak", vokal clean-nya dimainkan oleh Simon Callahan dari Midnight Eye (lagi). Biasanya, saya tidak suka vokal clean pada black metal karena kesannya yang norak, namun pada album ini, baik vokal clean dari Hollow Lung maupun Simon Callahan sama-sama memukau dan menusuk relung hati. Sekarang, kita bicara soal permainan gitarnya. Hollow Lung memainkan riff-riff black metal yang terdengar seperti perpaduan black metal Norwegia dan atmospheric black metal, dengan sentuhan doom metal yang lambat namun berat. Riff-riff tersebut terdengar seperti gemerisik dedaunan dari pepohonan tua yang tertiup angin kencang.

Album ini bisa disebut sebagai salah satu dari sekian album blackened doom metal yang benar-benar apik. Saya senang saya dapat mendengar satu band blackened doom yang bagus, setelah selama ini hanya disuguhi band-band yang memiliki kualitas "begitu-begitu saja". Jika kalian ingin tahu tentang musik Permafrost, silahkan klik link Bandcamp mereka dibawah ini, yang menawarkan link download gratis (dan legal!) dari album Transitory.

https://permafrostusa.bandcamp.com/

(English)
Permafrost is a blackened doom metal band hailing from Alexandria, Virginia, U.S.A. They formed in 2009, but their activity remained unknown until January 16th of this year, when they released their debut album Transitory. You rarely ever find blackened doom metal bands nowadays. To top things off, nice blackened doom bands are also hard to find. Fortunately enough, Permafrost is more than nice.

The production of this album is pretty lo-fi, but it is by no means muffled. Thanks to the professional mixing (by Simon Callahan of Midnight Eye) and mastering (by Nikita Kamprad), everything can be heard clearly. Not only can you hear all the instruments clearly, the bass is also pretty prominent. A mixture between lo-fi production and professional mixing and mastering is pretty uncommon in the black metal scene, so I was happy when I heard this album, which just has that mixture.

The drums are played by a guy who goes with a pseudonym E (yes, only E, nothing more). He spends most of his time playing slow beats that are the trademark of blackened doom metal, sometimes accompanied with fills and cymbals which enrich the music, but there are times where he speeds up his performance and even performs blast beats which are primitive in nature. E's performance sounds like the furious rumbling of earth.

Andus Sapien is the one responsible for the bass. True to his pseudonym, his performance is pretty primitive (in a positive connotation). His bass performance has that dirty distorted sound, which is rarely heard from metal bands with prominent bass nowadays. He mostly follow the guitars, but since the bass is pretty prominent, he is also actually responsible for the primitive sound of Permafrost. Most metal bands nowadays tend to ignore the bass, so I was more than pleased when I heard the bass performance here.

Last but not least is the role of Hollow Lung both as a guitarist and a vocalist. His vocals consist of a rasp that contains profound anger and hatred. He sounds like a ghost who dwells in a forest for a very long time. Not only that, he also adds variety by pulling some clean vocals in the song "Nausea". Speaking about clean vocals, I forgot to tell you that there are also some clean vocals in the song "Oak", and they are performed by Simon Callahan of Midnight Eye (again). Normally, clean vocals in black metal would make you cringe, but here, they actually kinda work. They're emotional enough to bring forth catharsis. Now, let's move to the guitars. Hollow Lung plays lots of menacing riffs which sound like a mixture between Norwegian black metal and atmospheric black metal with some doom metal responsibility. He also plays some chugging riffs in the song "Nausea". These riffs are simply some of the best black metal riffs I have ever heard.

Although this album is pretty short, Transitory is probably the best blackened doom metal album ever in existence. I'm glad I finally found an actually awesome blackened doom band, as many blackened doom bands I discovered before were pretty much mediocre. Not only that, you can also grab this album for free from Permafrost's Bandcamp page.

https://permafrostusa.bandcamp.com/

Senin, 23 Maret 2015

Gema Logam kini kembali! / Echoes of Metal is back!

(Bahasa Indonesia)
Akhirnya, saya dapat menyelesaikan berbagai masalah saya di kehidupan nyata dan dapat kembali menulis ulasan-ulasan album metal di sini! Maaf sekali ya sobat-sobat, terakhir saya mengatakan bahwa saya akan "istirahat panjang" dulu, ternyata tidak sepanjang yang saya kira!

Dengan ini, saya meyakinkan bahwa Gema Logam benar-benar kembali! Nantikan bermacam-macam ulasan-ulasan album metal yang (mungkin) belum pernah kalian ketahui hanya di Gema Logam!

(English)
I am proud enough to announce that since I solved my own problems IRL, Echoes of Metal is finally back and will provide obscure metal album reviews again! I'm terribly sorry guys, last time I told you that I would stop listening to metal and take a prolonged hiatus. Turns out I was really born for metal and the hiatus only took a week!

For obscure metal album reviews, don't go away! Keep your eyes on Echoes of Metal! Also, visit my friend's blog, Servile Insurrection. (http://servileinsurrection.com/)

Sabtu, 14 Maret 2015

PENGUMUMAN PENTING (Perhatian: Isi Sedikit Curhat) / ANNOUNCEMENT (Warning: Contains Drama)

(Bahasa Indonesia)
Dikarenakan banyaknya masalah yang dihadapi penulis dalam kehidupan nyata, Gema Logam dengan sangat menyesal akan berhenti menulis dalam jangka waktu yang sangat panjang. Namun, ini bukan berarti Gema Logam akan diberhentikan total. Mungkin pada suatu saat nanti, Gema Logam akan beroperasi kembali, mengulas album-album metal yang belum kalian ketahui.

Sampai jumpa suatu saat, sobat-sobat metalhead. Semoga kita dipertemukan lagi...

(English)
Guys, I am very sorry to tell you about this, but I think I need to take a long, long hiatus. It's because I am facing LOTS of problem IRL. Yeah, LOTS. This makes me need to stop listening to metal, although I won't quit being a metalhead. You know, my whole life is pretty metal. And before you say it, yeah, I know this site is nothing more than just a small site, but if I didn't say goodbye, how would people know that I'm taking a hiatus?

Okay, enough drama, I'll just say it to the point. Goodbye, metalheads. See you sometime...

Jumat, 06 Maret 2015

Ars Moriendi (LT) - Sightlessness (1999) (Indonesian Only)

Fap fap fap...
(For English-speaking readers, sorry, no English version here, I'm too busy nowadays, so as of now, I decide to write reviews in only one language, either Indonesian or English, until I have a lot of time to write bilingual reviews.)

Menurut Encyclopaedia Metallum, setidaknya tiga band memiliki nama Ars Moriendi. Satu adalah band melodic death metal dari Austria, satu lagi atmospheric black metal dari Perancis, dan satu lagi adalah band doom/death metal dari Lituania, yang kini kita bahas. Mereka berdiri pada tahun 1996 dan bubar pada waktu yang tidak diketahui. Sepanjang karir mereka, hanya satu demo dan satu full-length yang mereka rilis. Saya hanya dapat menemukan full-length semata wayang mereka, yang bertajuk "Sightlessness". Oh ya, ngomong-ngomong, kalimat "Ars moriendi" dalam bahasa Latin berarti "seni sekarat", dan merujuk pada dua teks dari sekitar tahun 1415 dan 1450 yang menjelaskan bagaimana caranya "mati dengan baik" (kata lainnya, mencapai "khusnul khotimah"). Dan saya rasa, nama itu cocok untuk menggambarkan musik yang dimainkan oleh band ini.

Kualitas produksi album ini cukup tinggi. Semua instrumen dapat terdengar dengan jelas, termasuk bass-nya. Tak hanya itu saja, namun produksinya juga terdengar mirip album-album thrash metal tahun 1990-an awal. Secara pribadi, saya suka produksi musik seperti ini.

Produksinya juga memberikan pengaruh yang kuat bagi drumming-nya. Setiap pukulan yang dilakukan oleh Rimas sang drummer terdengar sangat kuat, berkat produksi yang kaya akan rentang dinamis. Ini merupakan hal yang cukup langka ditemukan di skena extreme metal zaman sekarang. Ada baiknya band-band Indonesia mencontoh Ars Moriendi dalam soal kualitas produksi musik.

Sementara itu, Audrius sang bassist berjasa dalam menambah ketebalan suara musik yang dihasilkan dengan memainkan bass yang kebanyakan mengikuti permainan gitarnya. Dia juga sesekali melantunkan vokal operatis yang tidak terlalu sering, namun cukup menyentuh hati. Dalam hal vokal backing, Audrius ditemani Ruta dan Jonas. Bersama, mereka mengiringi nyanyian Martynas, yang terdiri dari vokal baritone yang diliputi rasa sedih, bingung dan gamang, dan vokal growl old-school death metal yang masih terkesan sedih. Memang, kedua jenis vokal ini umum di genre doom/death, namun saya menyukai vokal Martynas.

Ruta juga memainkan biola disini. Memang, instrumen biola tidak jarang digunakan di genre doom/death, jadi ini hal yang biasa, bagi para penikmat doom/death. Namun, permainan Ruta tetaplah indah menurut saya. Permainannya mengingatkan saya pada Lament Christ, dan itu menjadi pengingat bagi saya; saya harus mengulas demo Lament Christ yang bertajuk "In Ventus est Dolor..." suatu saat.

Terakhir adalah permainan Jonas. Ia juga memainkan gitar dan keyboard disini. Permainan keyboard-nya terdengar seperti hembusan udara musim dingin yang menusuk hati. Memang, dia tidak memainkan nada-nada yang rumit, namun permainan keyboard-nya tetap bagus. Namun, semenarik apapun permainan keyboard-nya, permainan gitarlah yang menentukan kualitas sebuah band metal. Disini, Jonas unjuk gigi memainkan riff-riff lambat yang merupakan percampuran dari doom metal, old-school death metal dan bahkan thrash metal, seperti pada lagu "Childhood Hills". Riff-riff ini terdengar indah dan atmosferik, dan dijamin akan menggugah perasaan kalian di dalam lubuk hati.

Sightlessness adalah album yang menyentuh relung hati. Memang, ada album doom-death lainnya yang lebih menyentuh, namun album ini cukup menyentuh. Disarankan bagi yang lagi galau.

Selasa, 03 Maret 2015

Batu Nisan - Cahaya Bidadari (2013)

Bidadari lagi striptease itu? (Is that angel stripteasing?)


(Bahasa Indonesia)
Saya bukanlah penggemar berat gothic metal, dengan berbagai alasan, mulai dari penggemar-penggemarnya yang cenderung alay (maaf, tidak ada maksud menghina, saya hanya mengemukakan pendapat saya apa adanya), sulitnya mencari band-band yang berkualitas, dan masih banyak lagi. Kalian mungkin bertanya-tanya, "Terus ngapain nulis review album ini? Loe kan bukan penggemar berat gothic metal?". Sebagai penulis review metal, saya rasa membimbing metalhead dengan mengulas album metal yang tidak diketahui banyak oleh khalayak umum adalah tugas saya yang harus dilaksanakan, tidak peduli kualitas album yang saya ulas. Daripada kita berbasa-basi terlalu banyak, lebih baik kita langsung menuju ulasan album ini.

Dan seperti biasa, kita mulai dengan produksinya. Kualitas produksinya terlalu jernih, sehingga distorsi gitar yang seharusnya terdengar cadas dan garang malah terkesan datar dan tidak menarik. Namun setidaknya, saya dapat mendengar bass-nya dengan jelas, jadi kesan berat yang menjadi ciri khas metal masih dapat terdengar, namun itu sendiri tidak cukup untuk membuat saya tertarik lebih jauh.

Seperti kebanyakan band gothic metal lainnya, instrumen yang paling dominan disini adalah keyboard. Sebenarnya, nada-nada yang dimainkan cukup apik, namun diiringi dengan instrumentasi lainnya yang cenderung lambat, nada-nada tersebut terdengar terlalu hambar. Analoginya, kita seperti disuguhkan sepiring nasi dengan lauk yang tidak terlalu enak, namun diberi segelas minuman manis yang menyegarkan. Memang minumannya enak, namun rasanya masih kalah dengan rasa nasi dan lauk yang kita makan. Drumming tidak terlalu dominan di sini, jadi tidak banyak yang dapat saya katakan.

Jangan menanyakan saya tentang vokalnya. Jika kalian sudah mendengarkan bermacam-macam lagu gothic metal, kita tahu vokalnya akan terdengar seperti apa. Batu Nisan menggunakan tipe vokal "beauty and the beast" yang sudah dipraktekkan beribu-ribu kali oleh band-band gothic metal lainnya seantero dunia. Terakhir, hal yang secara pribadi saya paling tidak suka adalah gitarnya. Riff-riff yang dimainkan sebenarnya cukup bagus, namun saya rasa mereka tidak cocok dimainkan dengan tempo lambat. Bukannya saya menentang permainan gitar tempo lambat di metal, namun saya merasa riff-riff yang dimainkan di sini lebih cocok dimainkan dalam tempo cepat. Untuk membandingkannya, saya mendengarkan materi-materi mereka yang dirilis pada 2009-2010, dimana tempo permainan gitarnya cenderung lebih cepat, dan saya harus mengatakan bahwa materi awal mereka jauh lebih baik dalam hal permainan gitar.

Album ini hanya disarankan bagi penggemar gothic metal yang tidak terlalu tertarik oleh ide-ide baru dalam bermain gothic metal. Saya kecewa sekali, mengingat ada banyak band gothic metal lainnya yang jauh lebih menarik daripada Batu Nisan.

(English)
I am not a big fan of gothic metal for some reasons, ranging from the 2edgy4me fans, lack of new quality bands, and many more. But as an obscure metal reviewer, I think I still need to review any obscure metal albums, regardless of my own taste. And here you go, an album called Cahaya Bidadari by a band called Batu Nisan.

As usual, we will start with the production. It is way too clean, making the music sound pretty weak. The bass is pretty prominent, but it's not enough to keep me in interest.

The most prominent instrument here is obviously the keyboards, as expected from a gothic metal band. The keyboardist actually puts a nice and atmospheric performance here, unfortunately, due to the rest of the instruments being so slow, they just feel stale and unnecessary. It's like having a plate of a beef steak that was cooked two days ago and a top-quality wine at the same time. Sure, the wine tastes nice, but the beef steak's bad taste still prevails. Also, the drumming is way too simple and slow, so I can say nothing much about it.

The vocals are just your generic "beauty and the beast" vocals, which have been done to death by a bazillion bands. Worst of all is the guitar work. While the riffs are pretty nice, the slow tempo just kills the entire guitar work. It's not like I have anything against slow tempo in my metal, but those riffs are more suitable when they're played in a fast tempo. Hell, even their 2009-2010 material sounds way better than this album.

I can't  really recommend this album to people, other than gothic metal fans that don't mind listening to boring stuff like this.

Kamis, 19 Februari 2015

Kerangkenk - Onslaught of Psychopath (2014)

Jomblo ngenes beraksi di hari Valentine, membunuhi semua pasangan sebisanya. (This is why you should never let a forever alone guy walk around the streets during Valentine's Day; he will kill every couple he sees)
(Bahasa Indonesia)

Akhir-akhir ini, saya mulai melihat tren di kalangan death metal Indonesia berupa band-band yang cenderung memiliki suara old-school, dengan Kerangkenk sebagai band yang paling memukau saya. Sebagai metalhead anak bawang, saya cukup terkejut ketika tahu bahwa mereka sudah ada sejak tahun 1994, walaupun pada tahun 2001 bubar dan berdiri lagi pada tahun 2006. Memikirkan tentang perjalanan Kerangkenk yang sangat jauh, saya berpikir bahwa perjalanan mereka banyak menumpahkan darah, keringat, dan air mata. Saya rasa perjuangan mereka tidak sia-sia sama sekali, karena mereka telah membuktikan bahwa mereka adalah salah satu band death metal tertangguh di Indonesia dengan album debut sekaligus mahakarya mereka sejauh ini, "Onslaught of Psychopath".

Kover album ini digambar oleh Gustav Insuffer (nama asli Gustaman Hendi), yang juga pernah menggarap kover album "Saguru, Saelmu, Tong Ngaganggu" oleh Undergod dan "Suffering of Human Decapitated" oleh Turbidity, dll. Seperti halnya garapannya yang lain, dia menggambarkan sebuah suasana mencekam nan berdarah yang dikemas dengan warna-warna gelap yang menambahkan atmosfer suram. Saya tahu kalimat saya yang ini terdengar agak hiperbolik, namun melihat garapan Gustav Insuffer selalu membuat hidung saya mencium bau anyir darah dan bau busuk seonggok mayat yang dilahap belatung. Kalau menurut saya, dia bagaikan Toshihiro Egawa-nya Indonesia. Oke, sekarang kita akan membahas tentang musiknya.

Produksi dari album ini patut diacungi jempol. Semua instrumennya dapat terdengar secara jelas, selain itu, suara yang dihasilkan terdengar seperti perpaduan antara suara old-school death metal dan death metal modern. Perpaduan ini cukup bombastis dan menarik. Saya harap kebanyakan album death metal zaman sekarang memiliki kualitas produksi yang kurang lebih sama dengan album ini.

Bukan hanya produksinya saja yang hebat, namun musiknya juga terdengar hebat. Chaqim Apoy merupakan drummer dari band ini. Suara drumkit-nya mungkin tidak sekeras suara drumkit dari drummer-drummer death metal lainnya, namun ia tetap memiliki kemampuan drumming yang sangat mumpuni. Permainan drumnya terdiri dari gebukan drum berkecepatan sedang dengan pattern agak rumit, sesekali diiringi dengan blast beat yang terdengar sangat brutal dan old-school yang menjadi pengiring yang brilian. Sebagai contoh, kita dapat mengambil lagu "Onslaught of Psychopath". Saya dapat memastikan Apoy dapat membuat malu bahkan drummer-drummer setingkat Flo Mounier dan Inferno.

Joely Jasta, sang bassist, banyak memainkan riff-riff tebal yang kebanyakan mengikuti permainan gitar, namun juga menambah kesan suram dari album ini. Sesekali, kita juga dapat mendengar riff yang cenderung groovy, seperti di lagu "Darah Itu Merah Jenderal".

Yang paling menarik dari album ini adalah peran Willy Kizl sebagai vokalis sekaligus gitaris band ini. Vokal growl-nya mengandung amarah yang mendalam, bagaikan seorang psikopat. Memang, vokalnya tidak bervariasi, namun performanya tetap hebat. Saya tidak tahu apakah album ini dinamakan "Onslaught of Psychopath" karena vokalnya terdengar seperti berasal dari seorang psikopat, namun saya akui, saya belum pernah mendengar vokal growl yang secara menakjubkan emosional seperti ini. Permainan gitarnya pun juga tak kalah menakjubkan. Willy banyak terpengaruh dari band-band beraliran old-school seperti Suffocation, namun juga menambahkan permainan yang sangat orisinal. Perpaduan ini menghasilkan musik yang cemerlang, dimana kita dapat mendengarkan sebuah band yang memiliki jiwa old-school tanpa harus mengorbankan orisinalitas musikal sama sekali. Riff-riff yang dimainkan Willy cenderung bertempo cepat dengan teknikalitas di atas rata-rata, sebagai presentasi dari old-school death metal, namun sesekali ia juga memainkan riff-riff lambat seperti di "Onslaught of Psychopath". Bahkan, ia juga menyempatkan diri memainkan riff slam di lagu "Venomous Suicide Victim". Tidak banyak band old-school death metal yang menambah variasi musiknya dengan riff slam, jadi ini cukup mengejutkan saya.

Namun, bagian yang paling saya sukai dari album ini adalah solo gitarnya yang cantik dan gila-gilaan pada waktu yang sama. Mereka mengingatkan saya pada band-band death metal asal Florida. Saya terutama suka dengan solo gitar di lagu "Carcass Carcass Carcass". Sekali lagi, saya tahu saya melebih-lebihkan saja, namun solo gitar di album ini terdengar seperti ratapan bidadari yang sedih oleh seluruh kekejaman yang terjadi di muka bumi.

Dengan mahakarya mereka ini, Kerangkenk berhasil mengukir nama mereka dalam sejarah death metal Indonesia sebagai salah satu band old-school yang patut diperhitungkan. Penggemar old-school death metal dari seluruh dunia perlu mengetahui Kerangkenk.

https://id-id.facebook.com/KERANGKENK
http://www.reverbnation.com/kerangkkenk
https://twitter.com/kerangkenk

(English)

It was not until recently where I realized that Indonesia starts spawning several old-school death metal bands, while one such band, Kerangkenk, puts me in interest a lot. As a new kid jumping on the Indonesian metal bandwagon, I was pretty surprised that they have been in existence since 1994, despite splitting-up in 2001 and getting reformed in 2006. As a 2-decade-old band, it's obvious that they have spilled a lot of blood, sweat and tears. And with their debut album (and so far, their masterpiece) "Onslaught of Psychopath", they have proven that they're one of the toughest Indonesian death metal bands and all the blood, sweat and tears they have spilled pay up. Absolutely.

The guy behind the cover art is Gustav Insuffer (real name Gustaman Hendi), who is best described as Indonesian Toshihiro Egawa. As with all his other arts, this one depicts a bloody and inhuman cruelty spiced up with dark colors that add to the unsettling atmosphere of the album. I know I am absolutely being hyperbolic right now, but every time I see a Gustav Insuffer's work (including this one), I am able to smell fresh blood, as well as a rotten, maggots-infested corpse nearby. Okay, we'll stop talking about him now and start talking about the music instead.

The production of the album is already a prestige. Everything can be heard clearly, besides, the sound is somewhere between old-school death metal and modern death metal. The combination is absolutely bombastic and interesting. I wish more modern death metal bands adopted the production quality this album possesses.

Not only is the production great, so is the music. Chaqim Apoy is the drummer of this band. His drumkit may not sound strong enough, but his wicked drumming skills really pay up. His drumming consists of mid-paced rhythms with complex patterns, accompanied with brutal yet old-school blast beats that sound really brilliant, like in the titular song. He would give the likes of Flo Mounier and Inferno a run on their money.

Meanwhile, the bass is played by a guy who goes by a name Joely Jasta. Hi there, Jasta! Is playing in Hatebreed with your brother Jamey boring enough that you finally decided to play in an Indonesian band? But, in all seriousness, he plays thick riffs which, while mostly following the guitars, add to the atmosphere of the music. Occasionally, his play can get groovy too, like in the song "Darah Itu Merah Jenderal".

Best of all are Willy Kizl's guitar work and vocals. His growls contain a profound anger like a psychopath. Sure, he doesn't add variety to his vocals, but the performance is still great. I'm not sure if they gave this album the name "Onslaught of Psychopath" for the fact that Willy growls like a fucking psychopath, but all I know is that his growls are amazing and emotional, unlike most other brutal death metal vocalists I've ever heard before. His guitar work is even more exciting than his growls. Willy is widely influenced by old-school death metal bands such as Suffocation, while also adding some original songwriting. This results in a moment full of excellence, where we can see that an old-school death metal band can still come up with an original songwriting despite the old-school sound they have. Willy usually plays fast-paced riffs with an above average level of technicality, but he also slows down occasionally, with the titular song being an excellent example of this. What surprises me most is when he plays some straight dirty slam riffs in the song "Venomous Suicide Victim". As far as I know, Kerangkenk is the only modern-time old-school death metal band ever to play slam riffs.

However, the guitar solos here are the part I like most. They sound beautiful and wicked at the very same time. They sound like something a Florida death metal band would come up with. I especially like the ones in the song "Carcass Carcass Carcass". I know I am being hyperbolic again, but these solos sound like a wailing of an angel who is saddened by various cruelties happening in our Earth. As a fun fact to show how wickedly great Willy is, I'll have you know one thing; he is left-handed, which is something rarely heard about a guitarist. To prove my sentence, I have a link to a promotional clip of their song "Carcass Carcass Carcass"; http://www.youtube.com/watch?v=9UaKk-y5c8o

This album is a great onslaught, and Kerangkenk has carved their name permanently on Indonesian death metal history as one of the best acts that also happen to be old-school. Old-school death metal fans around the world need to know about them.

https://id-id.facebook.com/KERANGKENK
http://www.reverbnation.com/kerangkkenk
https://twitter.com/kerangkenk

Rabu, 04 Februari 2015

Abyssals - Demo 94 (1994)


(Bahasa Indonesia)
  
Abyssals adalah band death metal dari Bourg-en-Bresse, Rhône-Alpes, Perancis. Mereka berdiri pada tahun 1993, merilis sebuah demo pada Oktober 1994, dan bubar pada waktu yang tidak diketahui persis. Sangat disayangkan bahwa masih tidak banyak orang yang mengetahui tentang Abyssals dan demo semata wayang mereka, karena demonya sendiri cukup bagus.

Kita mulai dengan produksinya. Walaupun ini adalah sebuah kaset demo, namun produksinya terdengar cukup profesional. Kesan old-school nya pun kental sekali, bahkan untuk standar tahun 1994. Ini semua berkat dari bantuan seseorang bernama Didier Boyat. François Dauvergne, sang drummer, bermain cukup memukau di demo ini. Ia memainkan irama-irama cepat yang cukup ngebut, sarat dengan double bass dan memiliki pola yang rumit, sehingga musik yang dihasilkan menjadi terdengar berisi. Terkadang, ia juga memainkan blast beat yang garang nan sadis.

Vokal dan bass di demo ini dimainkan oleh seseorang bernama Eric. Permainan bass-nya hanya mengikuti permainan gitar, namun membuat musiknya terdengar lebih tebal. Vokalnya terdiri dari vokal growl yang serak, tipe vokal yang cukup umum pada old-school death metal. Sekilas, vokal Eric mengingatkan saya pada vokalis bernama Angel yang pernah bermain untuk sebuah band extreme metal asal Brazil, Vulcano.

Gitaris Michel Dumas memainkan gitar lead dan rhythm di sini. Ia memainkan riff-riff tremolo yang terpengaruh dari Morbid Angel era awal dan thrash metal tahun 1980-an. Walaupun tidak terkesan orisinal, namun permainannya cukup gemilang. Ia memainkan bermacam-macam solo yang terkesan sangat old-school, seperti pada lagu "The Hole of Souls". Maklum saja, dia sudah memainkan musik metal sejak tahun 1987.

Walaupun Abyssals tidak memiliki kesan orisinalitas sama sekali, mereka bermain dengan cukup apik. Mungkin mereka bubar karena death metal menuntut band-band lain yang jauh lebih orisinal.

(English)

Abyssals was a death metal band from Bourg-en-Bresse, Rhône-Alpes, France. They formed in 1993, released a demo in October 1994, and split-up sometime later. It's a shame a lot of people still don't know Abyssals and their only demo, because the demo itself is actually pretty good.

First, let's start with the production. Although this is a demo, the production sounds professional, with a thick old-school feeling, even by a 1994 standard. This is thanks to a guy called Didier Boyat. Drummer François Dauvergne plays lots of fast-paced rhythms with a great amount of double bass and complex pattern, resulting in the music having an even more intricate sound. Sometimes, he also throws savage blast beats that will perforate your skull.

Both the vocals and the bass are played by a guy called Eric. His bass mostly follows the guitars, but it makes the music pretty bold. His vocals consist of a hoarse growl, which is typical among old-school death metal bands. His vocals also remember me of Angel, the former vocalists of Brazilian extreme metal band Vulcano.

Michael Dumas performs both the lead and rhythm guitars. He plays a lot of tremolo riffs that are influenced by bands like Morbid Angel, as well as the 80's thrash metal. Although they're sorta unoriginal, they still sound pretty nice. He also plays a lot of guitar solos that scream old-school, like in the song "The Hole of Souls". No surprise, given that he has been playing metal since 1987.

Despite the fact that Abyssals did not come up with something original, this demo is still a good listening. Maybe they split-up because the death metal scene demanded more original bands.

Homeland Opera - Jiwa Yang Hilang (2014)

Semoga gue gak tersesat di situ... (Wish I don't get lost there...)

(Bahasa Indonesia)

Dari sekian banyaknya band beraliran metal di Indonesia, saya menyadari bahwa dua dari beberapa sub-genre yang masih jarang diperhatikan adalah groove metal dan sludge metal. Beruntunglah ada satu band yang memperhatikan kedua genre tersebut dan memainkan percampuran antara kedua genre tersebut. Band tersebut adalah Homeland Opera dari Bandung. Sudah bukan rahasia lagi bahwa Bandung telah memproduksi banyak band beraliran musik keras yang cenderung bagus, namun akankah album EP mereka yang berjudul "Jiwa Yang Hilang" ini mampu untuk menarik perhatian? Hanya ada satu jawaban pasti.

Produksi dari EP ini terkesan sedikit tidak konsisten. Pada satu lagu, bass-nya terdengar dengan sangat jelas dan vokalnya memiliki efek menggema. Pada lagu lain, bass-nya hampir tidak terdengar sama sekali dan drum-nya terdengar kurang keras. Apakah band ini harus merekam EP mereka di berbagai studio yang berbeda sehingga performanya pun juga terdengar berbeda? Peduli amat, setidaknya masalah tersebut tidaklah terlalu serius sehingga merusak musikalitas band ini.

Ada dua gitaris dalam band ini; Ubiega dan Zetho. Saya masih belum tahu siapa yang memainkan gitar lead dan gitar rhythm, namun yang jelas adalah permainan mereka tidak mengecewakan sama sekali. Mereka berdua memadukan riff-riff groovy dengan tempo sedang-lambat yang terdengar seolah-olah berasal dari sebuah rawa penuh lumpur. Memang, riff-riff tersebut tidaklah terlalu inovatif, namun setidaknya permainan gitar mereka berdua cukup memukau. Dipadu dengan gitar lead yang terdengar seperti gergaji mesin, aura suram dari musik yang diciptakan menjadi semakin kental. Gitar rhythm memainkan berbagai melodi melankolis namun minimalis. Melodi-melodi ini terdengar seperti ratapan seseorang yang putus asa, tidak tahu apa yang harus dilakukan olehnya. Sekali lagi, bukan hal yang baru, saya sudah sering mendengarkannya dari berbagai band gothic metal dan melodic death metal, namun melodi-melodi tersebut adalah sentuhan bagus untuk musik yang mereka ciptakan.

Rick, sang bassist, memainkan berbagai macam bassline yang menambah kepadatan musik yang dimainkan. Tidak banyak yang bisa dikatakan soal bass-nya, namun paling tidak permainannya cukup bagus.

Sementara itu, sang drummer Ryu memainkan irama-irama berkecepatan sedang yang bisa dibilang merupakan percampuran dari drumming a la groove metal dan sludge metal. Sesekali, ia juga memainkan hentakan-hentakan lambat yang suram. Snare drum-nya memiliki karakter suara yang kuat dan tidak terdengar seperti tong sampah. Saya membayangkan bahwa Ryu memiliki drumset yang cukup memadai.

Macan (nama yang aneh, tapi suka-suka dia lah....) adalah vokalis dari band ini. Vokal Macan terdiri dari geraman pelan yang merupakan percampuran dari vokal groove metal, sludge metal dan NYHC. Vokal yang cenderung minimalis ini mengandung aura pesimistis, seakan-akan tidak ada gairah hidup yang dimilikinya sama sekali, namun saya rasa akan lebih baik lagi jika ia menambah variasi vokalnya. Sekali lagi, sudah bukan rahasia lagi bahwa band-band beraliran sludge metal cenderung memiliki aura negatif yang membuatnya "susah didengar".

"Jiwa Yang Hilang" mungkin tidak terlalu inovatif, setidaknya bagi yang sudah sering mendengarkan band-band lain beraliran groove/sludge metal, namun cukup menjanjikan. Saya harap dengan EP ini, Indonesia akan membangun skena groove dan sludge metal yang tidak kalah bagus dengan skena brutal death metal yang ada.

http://homelandopera.bandcamp.com/album/jiwa-yang-hilang-ep

(English)

Of all metal sub-genres played in Indonesia, I notice that groove and sludge metal are two of the overlooked ones. Fortunately enough, there is one band which pays attention to those two genres and play a mixture of them. They are Homeland Opera from Bandung. Bandung is well-known for producing many nice heavy music bands, but will their first EP "Jiwa Yang Hilang" be good enough? There is only one answer for it.

The production feels a little bit inconsistent. One song has a prominent bass and echoing vocal effects. Other song has the bass nearly inaudible and the drums a bit silent. Did the band have to record their EP at different studios that their performance sounded difference at each track? Who cares, at least it is not a serious problem that affects the band's musicality.

The band has two guitarists; Ubiega and Zetho. I don't know who is playing the lead and rhythm guitars, but the guitar work isn't disappointing at all. They both combine groovy riffs of groove metal with the medium-slow tempo of sludge metal which sound like they were recorded at a muddy swamp. Sure, those riffs aren't innovative, but their performance is still pretty exciting. The lead guitar sounds like a buzzsaw, which thickens the bleak atmosphere of the music. The rhythm guitar plays melancholic yet minimalistic melodies which sound like a wailing of a desperate man, not knowing what to do. Once again, nothing really new, as I've heard them performed by various melodic death and gothic metal bands, but those melodies are a good touch to the music.

Rick, the bassist, plays lots of basslines which serve as the backbone of the music. Not much can be said regarding his performance, but obviously enough, he is pretty good.

Meanwhile, the drummer Ryu plays mid-paced rhythms which can be described as a mixture between groove and sludge metal drumming. Sometimes, he also plays slow beats that sound sorrowful. The snare has a strong sound and does not possess that hollow thudding, which is the common problem among Indonesian metal bands. I like to think that Ryu has an awesome expensive drumset, which explains why the snare has no hollow thudding sound.

Macan (what a strange name, but that's up to him....) is the vocalist of the band. His vocals consist of a slow, minimalistic shout that is typically heard in groove metal, sludge metal and NYHC. It possesses a pessimistic feeling, as if he was so desperate of this life. Again, nothing fancy, as it is a typical character of sludge metal, which makes people consider it "hard to listen".

"Jiwa Yang Hilang" may not offer something innovative at all, at least to those who are used to listening to groove/sludge metal, but it is a promising EP. I hope, Indonesia will further build a solid sludge and groove metal scene.

http://homelandopera.bandcamp.com/album/jiwa-yang-hilang-ep

Minggu, 01 Februari 2015

Mayat - Timoer Democracy (2006)

Gue mau dikubur di situ kalau gue mati :P (I wanna be buried there if I die :P )
(Bahasa Indonesia)

Mayat adalah sebuah band brutal death metal dari Jakarta Timur. Mereka sudah ada sejak tahun 1994 dan telah merilis dua album full-length dan satu album split. Saya tidak bisa menemukan album full-length pertama mereka yang bertajuk "Aborsi" dan album split mereka yang bertajuk "Total Flagellum Blast", jadi saya hanya akan mengulas album full-length kedua mereka yang bertajuk "Timoer Democracy" dan dirilis oleh Recluse Production, sebuah label asal Singapura.

Kita mulai dengan produksi rekaman album ini. Produksinya cukup apik dan profesional, semua instrumen yang dimainkan dapat terdengar dengan jelas, namun bukan berarti produksinya terdengar terlalu "clean". Justru, produksinya memberi kesan old-school, seakan-akan album ini direkam pada pertengahan tahun 1990-an. Produksinya seolah-olah mengajak pendengar masuk ke sebuah rumah tua dengan galeri besar yang menggambarkan berbagai kejadian mengerikan yang terjadi di rumah tua tersebut. Musik yang dihasilkan juga mengagumkan dan brutal. Sang drummer, Andri Bagol, memainkan irama-irama yang cepat, menaikkan adrenalin, dan cenderung mirip blast beat dengan pola yang sederhana namun berkekuatan penuh, diiringi dengan double bass yang menambah kepadatan musik yang dimainkan oleh Mayat, seperti pada track "Saling Membunuh". Memang, suara snare-nya terdengar sedikit mirip tong sampah, namun setidaknya tidak separah beberapa band lain. Permainan drum Bagol terdengar seperti rentetan tembakan senapan yang memuntahkan peluru-peluru tajam yang menembus tubuh. Namun menurut saya, akan lebih bagus lagi jika Bagol sesekali memperlambat permainan drum-nya. Meskipun demikian, rasanya belum pernah saya mendengar permainan drum se-sadis ini. Bagol mempelajari keterampilan beberapa drummer death metal seperti Chad Walls dari Brodequin dan mengimprovisasinya lebih lanjut dengan intensitas dan kerumitan tingkat tinggi dengan tetap menjaga sikap kompeten sebagai seorang drummer.

Joy Junior, atau pendeknya J'R, adalah vokalis sekaligus bassist dari band ini. Vokal growl-nya sangat dalam, ganas, dan penuh amarah. Liriknya pun bukan lirik sembarangan. J'R menceritakan kebobrokan moral, kekejaman perang dan kebusukan politik. Selain itu, permainan bass J'R terdengar sangat jelas dan tidak kalah dominan dengan instrumen lainnya. Nada yang dimainkannya menambahkan atmosfer mencekam dari musik yang dihasilkan. Bukan hanya itu, permainan bass J'R terkadang bisa menjadi sedikit melodis untuk menambah variasi. Sekarang ini, banyak band brutal death metal yang cenderung tidak mempedulikan permainan gitar bass. Saya berharap, mereka bisa belajar dari Mayat untuk selalu memberi perhatian pada permainan bass.

Permainan gitar Tomy Garcia terinspirasi oleh band-band seperti Brodequin, Terrorizer dan Bloody Gore. Riff-riff yang dimainkannya cepat, intens, dan tidak memberi ampun, tidak ubahnya death metal pada era 90-an. Sesekali, dia juga memainkan riff-riff tidak lazim seperti di track "Kekalahan Dunia Langit" dan "Morale Disgrace", namun riff tersebut tetap bersatu dengan musiknya dengan kompak, sehingga tidak terdengar terlalu aneh. Omong-omong, riff tersebut terdengar seperti Grausig, salah satu band favorit saya. Apakah Tomy juga terinspirasi oleh Grausig? Entahlah, yang penting adalah permainan gitar Tomy sangat apik. Album ini adalah salah satu dari sekian album brutal death metal  yang cukup bagus yang dirilis sebelum Siksakubur merilis album "Tentara Merah Darah" pada tahun 2010.

Pada 17 Juni 2012, gitaris Tomy Garcia menghembuskan nafas terakhirnya. Saya masih tidak tahu apa penyebab kematiannya, namun apapun penyebabnya, saya turut berduka cita. Jasamu dalam skena brutal death metal Indonesia tidak akan pernah dilupakan, Tomy.

(English)

Mayat is a brutal death metal band band from the East Jakarta. They have been around since 1994 and have released two full-length albums and one split album. I cannot find both their debut full-length "Aborsi" and split album "Total Flagellum Blast", so I will review their second full-length, titled "Timoer Democracy" and released by Recluse Production, a Singaporean label.

The production is pretty decent and professional, all the instruments are audible, but it does not possess a sterile clean sound. In fact, the production sounds rather old-school, as if the album was recorded in the 1990's. It feels as if you were inside an old, abandoned house with a gallery which depicts lots of inhuman acts that ever happened there. The music is amusing and brutal as well. The drummer, Andri Bagol, plays fast-paced, adrenaline-inducing rhythms that resemble blast beats with simple patterns yet powerful execution, accompanied with double bass, which adds to the density of the music. The best example of his drumming is the track "Saling Membunuh". Sure, the snare has that thudding sound, but it's not as bad as many other bands. Bagol's drumming sounds like a bunch of long, rapid shots which spew forth sharp bullets, but it would have been a little bit better if Bagol occasionally slowed down his drumming. That being said, I think Bagol is the most savage brutal death metal drummer ever in existence. He takes the skills of drummers like Chad Walls of Brodequin and improves them with a high level of intensity and complexity, while still retaining the competency of a drummer.

Joy Junior, or J'R for short, is the vocalist and bassist of the band. His growls are deep, vicious, and furious. Not only that, he also sings about moral breakdown, cruelties of war, and how putrid politics are. These lyrical themes are the icing on the cake. His bass is also pretty prominent. It adds to the eerie atmosphere of the music. Sometimes, J'R's performance hints a few melodies which add to the variety. Nowadays, many brutal death metal bands overlook bass guitar performance. I hope they learn from Mayat when it comes to bass performance.

A guy called Tomy Garcia plays the guitars here. He is influenced by bands like Brodequin, Terrorizer, and Bloody Gore. He plays fast, intense and merciless riffs that sound like they came straight from the 1990's. Occasionally, Tomy also plays unusual riffs like in the songs "Kekalahan Dunia Langit" and "Morale Disgrace", which add well to the music. Speaking of which, they remember me of an old Indonesian death metal Grausig. Has Grausig influenced Tomy in the guitar work? I don't know, but obviously, Tomy's guitar work is just epic. Timoer Democracy is one of the best Indonesian brutal death metal albums ever released in the 2000's, before Siksakubur released their awesome "Tentara Merah Darah" in 2010.

On June 17th 2012, guitarist Tomy Garcia died. I have yet to know the cause of his death, but whatever the cause is, I would like to say rest in peace. Tomy's contribution to the Indonesian brutal death metal scene sure is overlooked, but it lives forever in my heart.

Sabtu, 31 Januari 2015

Postingan Pertama/First Post

(Bahasa Indonesia)

Selamat datang di Gema Logam!

Gema Logam, atau Echoes of Metal dalam bahasa Inggris, adalah sebuah blog ulasan musik metal yang bertujuan untuk mengulas album-album metal dari seluruh dunia yang tersembunyi dari media massa dan menunjukkan album mana yang bagus untuk didengar dan album mana yang harus dihindari. Seluruh ulasan yang ditulis di sini asli tulisan dari The Fiery Wind, jujur, apa adanya, dan tanpa penyuapan sama sekali.

Blog ini hadir dalam dua bahasa; Indonesia dan Inggris. Ini bertujuan untuk memudahkan orang-orang yang berbahasa Inggris dalam mengakses blog ini.

Selamat menikmati!

(English)
Welcome to Echoes of Metal!

Echoes of Metal is a metal music review blog which aims to review obscure metal albums around the world and to show which album is good for listening to and which album should be avoided. All the reviews here are written by The Fiery Wind, honest, to-the-point, and no bribery at all.

This blog is available in two languages; Indonesian and English. This is meant to ease people who speak Indonesian in reading this blog.

Enjoy!