Minggu, 29 Maret 2015

Permafrost - Transitory (2015)

Kira-kira seperti inilah katarsis terlihat jika divisualisasikan. / This is probably how catharsis would look like if it was visualized.
(Bahasa Indonesia)
Permafrost adalah band beraliran blackened doom metal dari Alexandria, negara bagian Virginia, Amerika Serikat. Mereka sudah berdiri sejak tahun 2009, namun baru merilis album perdana mereka yang bertajuk Transitory pada tanggal 16 Januari tahun ini (2015). Band-band beraliran blackened doom metal cukup jarang keberadaannya, selain itu, saya juga kesusahan mencari band-band blackened doom metal yang menggugah selera saya. Beruntunglah bagi saya, Permafrost mampu menarik perhatian saya.

Produksi dari album ini terdengar cukup lo-fi, namun bukan berarti semua instrumennya sulit didengar. Justru, produksi dari album ini "diseimbangkan" dengan mixing (oleh Simon Callahan dari Midnight Eye) dan mastering (oleh Nikita Kamprad, bukan Nikita Kampret lho!) yang mumpuni, sehingga semua instrumennya dapat terdengar dengan jelas. Tak hanya itu, gitar bass-nya juga terdengar cukup jelas dan berdistorsi tebal, tidak seperti kebanyakan lagu metal yang saya dengar sekarang ini. Gabungan antara produksi lo-fi dan mixing-mastering mumpuni seperti ini sulit ditemukan pada band-band black metal, jadi saya merasa beruntung dapat mendengarkan musik Permafrost yang memiliki gabungan ini.

Drum-nya dimainkan oleh seseorang dengan pseudonim E (ya, hanya E). E lebih sering memainkan ketukan-ketukan lambat yang merupakan ciri khas blackened doom metal dan diiringi dengan beberapa fill drum dan ketukan-ketukan simbal, tetapi ia juga sesekali memainkan blast beat yang memiliki pattern primitif, a la black metal tradisional. Permainan drum E terdengar seperti bumi yang bergemuruh.

Untuk bass, dimainkan oleh seseorang dengan pseudonim Andus Sapien. Nama yang cocok untuk performanya, saya rasa. Permainan bass-nya lebih sering mengikuti permainan gitar, namun karena bass-nya sendiri terdengar cukup jelas dan berdistorsi tebal, seperti yang sudah saya sebut sebelumnya, memegang andil yang cukup besar dalam musik Permafrost yang terdengar cukup primitif (dalam konotasi positif). Kebanyakan band-band metal mengabaikan bassist dan menganggap mereka hanya sebagai pemanis kecil belaka, jadi saya terkejut ketika mendengarkan permainan bass di album ini.

Dan yang terakhir namun paling utama adalah permainan gitar dan vokal oleh Hollow Lung. Vokalnya menyimpan amarah dan kebencian yang mendalam. Ia terdengar seperti arwah yang mendiami sebuah hutan terlarang selama ribuan tahun. Tak hanya itu, ia juga menyempatkan diri menggunakan vokal clean pada lagu "Nausea". Omong-omong soal vokal clean, pada lagu "Oak", vokal clean-nya dimainkan oleh Simon Callahan dari Midnight Eye (lagi). Biasanya, saya tidak suka vokal clean pada black metal karena kesannya yang norak, namun pada album ini, baik vokal clean dari Hollow Lung maupun Simon Callahan sama-sama memukau dan menusuk relung hati. Sekarang, kita bicara soal permainan gitarnya. Hollow Lung memainkan riff-riff black metal yang terdengar seperti perpaduan black metal Norwegia dan atmospheric black metal, dengan sentuhan doom metal yang lambat namun berat. Riff-riff tersebut terdengar seperti gemerisik dedaunan dari pepohonan tua yang tertiup angin kencang.

Album ini bisa disebut sebagai salah satu dari sekian album blackened doom metal yang benar-benar apik. Saya senang saya dapat mendengar satu band blackened doom yang bagus, setelah selama ini hanya disuguhi band-band yang memiliki kualitas "begitu-begitu saja". Jika kalian ingin tahu tentang musik Permafrost, silahkan klik link Bandcamp mereka dibawah ini, yang menawarkan link download gratis (dan legal!) dari album Transitory.

https://permafrostusa.bandcamp.com/

(English)
Permafrost is a blackened doom metal band hailing from Alexandria, Virginia, U.S.A. They formed in 2009, but their activity remained unknown until January 16th of this year, when they released their debut album Transitory. You rarely ever find blackened doom metal bands nowadays. To top things off, nice blackened doom bands are also hard to find. Fortunately enough, Permafrost is more than nice.

The production of this album is pretty lo-fi, but it is by no means muffled. Thanks to the professional mixing (by Simon Callahan of Midnight Eye) and mastering (by Nikita Kamprad), everything can be heard clearly. Not only can you hear all the instruments clearly, the bass is also pretty prominent. A mixture between lo-fi production and professional mixing and mastering is pretty uncommon in the black metal scene, so I was happy when I heard this album, which just has that mixture.

The drums are played by a guy who goes with a pseudonym E (yes, only E, nothing more). He spends most of his time playing slow beats that are the trademark of blackened doom metal, sometimes accompanied with fills and cymbals which enrich the music, but there are times where he speeds up his performance and even performs blast beats which are primitive in nature. E's performance sounds like the furious rumbling of earth.

Andus Sapien is the one responsible for the bass. True to his pseudonym, his performance is pretty primitive (in a positive connotation). His bass performance has that dirty distorted sound, which is rarely heard from metal bands with prominent bass nowadays. He mostly follow the guitars, but since the bass is pretty prominent, he is also actually responsible for the primitive sound of Permafrost. Most metal bands nowadays tend to ignore the bass, so I was more than pleased when I heard the bass performance here.

Last but not least is the role of Hollow Lung both as a guitarist and a vocalist. His vocals consist of a rasp that contains profound anger and hatred. He sounds like a ghost who dwells in a forest for a very long time. Not only that, he also adds variety by pulling some clean vocals in the song "Nausea". Speaking about clean vocals, I forgot to tell you that there are also some clean vocals in the song "Oak", and they are performed by Simon Callahan of Midnight Eye (again). Normally, clean vocals in black metal would make you cringe, but here, they actually kinda work. They're emotional enough to bring forth catharsis. Now, let's move to the guitars. Hollow Lung plays lots of menacing riffs which sound like a mixture between Norwegian black metal and atmospheric black metal with some doom metal responsibility. He also plays some chugging riffs in the song "Nausea". These riffs are simply some of the best black metal riffs I have ever heard.

Although this album is pretty short, Transitory is probably the best blackened doom metal album ever in existence. I'm glad I finally found an actually awesome blackened doom band, as many blackened doom bands I discovered before were pretty much mediocre. Not only that, you can also grab this album for free from Permafrost's Bandcamp page.

https://permafrostusa.bandcamp.com/

Senin, 23 Maret 2015

Gema Logam kini kembali! / Echoes of Metal is back!

(Bahasa Indonesia)
Akhirnya, saya dapat menyelesaikan berbagai masalah saya di kehidupan nyata dan dapat kembali menulis ulasan-ulasan album metal di sini! Maaf sekali ya sobat-sobat, terakhir saya mengatakan bahwa saya akan "istirahat panjang" dulu, ternyata tidak sepanjang yang saya kira!

Dengan ini, saya meyakinkan bahwa Gema Logam benar-benar kembali! Nantikan bermacam-macam ulasan-ulasan album metal yang (mungkin) belum pernah kalian ketahui hanya di Gema Logam!

(English)
I am proud enough to announce that since I solved my own problems IRL, Echoes of Metal is finally back and will provide obscure metal album reviews again! I'm terribly sorry guys, last time I told you that I would stop listening to metal and take a prolonged hiatus. Turns out I was really born for metal and the hiatus only took a week!

For obscure metal album reviews, don't go away! Keep your eyes on Echoes of Metal! Also, visit my friend's blog, Servile Insurrection. (http://servileinsurrection.com/)

Sabtu, 14 Maret 2015

PENGUMUMAN PENTING (Perhatian: Isi Sedikit Curhat) / ANNOUNCEMENT (Warning: Contains Drama)

(Bahasa Indonesia)
Dikarenakan banyaknya masalah yang dihadapi penulis dalam kehidupan nyata, Gema Logam dengan sangat menyesal akan berhenti menulis dalam jangka waktu yang sangat panjang. Namun, ini bukan berarti Gema Logam akan diberhentikan total. Mungkin pada suatu saat nanti, Gema Logam akan beroperasi kembali, mengulas album-album metal yang belum kalian ketahui.

Sampai jumpa suatu saat, sobat-sobat metalhead. Semoga kita dipertemukan lagi...

(English)
Guys, I am very sorry to tell you about this, but I think I need to take a long, long hiatus. It's because I am facing LOTS of problem IRL. Yeah, LOTS. This makes me need to stop listening to metal, although I won't quit being a metalhead. You know, my whole life is pretty metal. And before you say it, yeah, I know this site is nothing more than just a small site, but if I didn't say goodbye, how would people know that I'm taking a hiatus?

Okay, enough drama, I'll just say it to the point. Goodbye, metalheads. See you sometime...

Jumat, 06 Maret 2015

Ars Moriendi (LT) - Sightlessness (1999) (Indonesian Only)

Fap fap fap...
(For English-speaking readers, sorry, no English version here, I'm too busy nowadays, so as of now, I decide to write reviews in only one language, either Indonesian or English, until I have a lot of time to write bilingual reviews.)

Menurut Encyclopaedia Metallum, setidaknya tiga band memiliki nama Ars Moriendi. Satu adalah band melodic death metal dari Austria, satu lagi atmospheric black metal dari Perancis, dan satu lagi adalah band doom/death metal dari Lituania, yang kini kita bahas. Mereka berdiri pada tahun 1996 dan bubar pada waktu yang tidak diketahui. Sepanjang karir mereka, hanya satu demo dan satu full-length yang mereka rilis. Saya hanya dapat menemukan full-length semata wayang mereka, yang bertajuk "Sightlessness". Oh ya, ngomong-ngomong, kalimat "Ars moriendi" dalam bahasa Latin berarti "seni sekarat", dan merujuk pada dua teks dari sekitar tahun 1415 dan 1450 yang menjelaskan bagaimana caranya "mati dengan baik" (kata lainnya, mencapai "khusnul khotimah"). Dan saya rasa, nama itu cocok untuk menggambarkan musik yang dimainkan oleh band ini.

Kualitas produksi album ini cukup tinggi. Semua instrumen dapat terdengar dengan jelas, termasuk bass-nya. Tak hanya itu saja, namun produksinya juga terdengar mirip album-album thrash metal tahun 1990-an awal. Secara pribadi, saya suka produksi musik seperti ini.

Produksinya juga memberikan pengaruh yang kuat bagi drumming-nya. Setiap pukulan yang dilakukan oleh Rimas sang drummer terdengar sangat kuat, berkat produksi yang kaya akan rentang dinamis. Ini merupakan hal yang cukup langka ditemukan di skena extreme metal zaman sekarang. Ada baiknya band-band Indonesia mencontoh Ars Moriendi dalam soal kualitas produksi musik.

Sementara itu, Audrius sang bassist berjasa dalam menambah ketebalan suara musik yang dihasilkan dengan memainkan bass yang kebanyakan mengikuti permainan gitarnya. Dia juga sesekali melantunkan vokal operatis yang tidak terlalu sering, namun cukup menyentuh hati. Dalam hal vokal backing, Audrius ditemani Ruta dan Jonas. Bersama, mereka mengiringi nyanyian Martynas, yang terdiri dari vokal baritone yang diliputi rasa sedih, bingung dan gamang, dan vokal growl old-school death metal yang masih terkesan sedih. Memang, kedua jenis vokal ini umum di genre doom/death, namun saya menyukai vokal Martynas.

Ruta juga memainkan biola disini. Memang, instrumen biola tidak jarang digunakan di genre doom/death, jadi ini hal yang biasa, bagi para penikmat doom/death. Namun, permainan Ruta tetaplah indah menurut saya. Permainannya mengingatkan saya pada Lament Christ, dan itu menjadi pengingat bagi saya; saya harus mengulas demo Lament Christ yang bertajuk "In Ventus est Dolor..." suatu saat.

Terakhir adalah permainan Jonas. Ia juga memainkan gitar dan keyboard disini. Permainan keyboard-nya terdengar seperti hembusan udara musim dingin yang menusuk hati. Memang, dia tidak memainkan nada-nada yang rumit, namun permainan keyboard-nya tetap bagus. Namun, semenarik apapun permainan keyboard-nya, permainan gitarlah yang menentukan kualitas sebuah band metal. Disini, Jonas unjuk gigi memainkan riff-riff lambat yang merupakan percampuran dari doom metal, old-school death metal dan bahkan thrash metal, seperti pada lagu "Childhood Hills". Riff-riff ini terdengar indah dan atmosferik, dan dijamin akan menggugah perasaan kalian di dalam lubuk hati.

Sightlessness adalah album yang menyentuh relung hati. Memang, ada album doom-death lainnya yang lebih menyentuh, namun album ini cukup menyentuh. Disarankan bagi yang lagi galau.

Selasa, 03 Maret 2015

Batu Nisan - Cahaya Bidadari (2013)

Bidadari lagi striptease itu? (Is that angel stripteasing?)


(Bahasa Indonesia)
Saya bukanlah penggemar berat gothic metal, dengan berbagai alasan, mulai dari penggemar-penggemarnya yang cenderung alay (maaf, tidak ada maksud menghina, saya hanya mengemukakan pendapat saya apa adanya), sulitnya mencari band-band yang berkualitas, dan masih banyak lagi. Kalian mungkin bertanya-tanya, "Terus ngapain nulis review album ini? Loe kan bukan penggemar berat gothic metal?". Sebagai penulis review metal, saya rasa membimbing metalhead dengan mengulas album metal yang tidak diketahui banyak oleh khalayak umum adalah tugas saya yang harus dilaksanakan, tidak peduli kualitas album yang saya ulas. Daripada kita berbasa-basi terlalu banyak, lebih baik kita langsung menuju ulasan album ini.

Dan seperti biasa, kita mulai dengan produksinya. Kualitas produksinya terlalu jernih, sehingga distorsi gitar yang seharusnya terdengar cadas dan garang malah terkesan datar dan tidak menarik. Namun setidaknya, saya dapat mendengar bass-nya dengan jelas, jadi kesan berat yang menjadi ciri khas metal masih dapat terdengar, namun itu sendiri tidak cukup untuk membuat saya tertarik lebih jauh.

Seperti kebanyakan band gothic metal lainnya, instrumen yang paling dominan disini adalah keyboard. Sebenarnya, nada-nada yang dimainkan cukup apik, namun diiringi dengan instrumentasi lainnya yang cenderung lambat, nada-nada tersebut terdengar terlalu hambar. Analoginya, kita seperti disuguhkan sepiring nasi dengan lauk yang tidak terlalu enak, namun diberi segelas minuman manis yang menyegarkan. Memang minumannya enak, namun rasanya masih kalah dengan rasa nasi dan lauk yang kita makan. Drumming tidak terlalu dominan di sini, jadi tidak banyak yang dapat saya katakan.

Jangan menanyakan saya tentang vokalnya. Jika kalian sudah mendengarkan bermacam-macam lagu gothic metal, kita tahu vokalnya akan terdengar seperti apa. Batu Nisan menggunakan tipe vokal "beauty and the beast" yang sudah dipraktekkan beribu-ribu kali oleh band-band gothic metal lainnya seantero dunia. Terakhir, hal yang secara pribadi saya paling tidak suka adalah gitarnya. Riff-riff yang dimainkan sebenarnya cukup bagus, namun saya rasa mereka tidak cocok dimainkan dengan tempo lambat. Bukannya saya menentang permainan gitar tempo lambat di metal, namun saya merasa riff-riff yang dimainkan di sini lebih cocok dimainkan dalam tempo cepat. Untuk membandingkannya, saya mendengarkan materi-materi mereka yang dirilis pada 2009-2010, dimana tempo permainan gitarnya cenderung lebih cepat, dan saya harus mengatakan bahwa materi awal mereka jauh lebih baik dalam hal permainan gitar.

Album ini hanya disarankan bagi penggemar gothic metal yang tidak terlalu tertarik oleh ide-ide baru dalam bermain gothic metal. Saya kecewa sekali, mengingat ada banyak band gothic metal lainnya yang jauh lebih menarik daripada Batu Nisan.

(English)
I am not a big fan of gothic metal for some reasons, ranging from the 2edgy4me fans, lack of new quality bands, and many more. But as an obscure metal reviewer, I think I still need to review any obscure metal albums, regardless of my own taste. And here you go, an album called Cahaya Bidadari by a band called Batu Nisan.

As usual, we will start with the production. It is way too clean, making the music sound pretty weak. The bass is pretty prominent, but it's not enough to keep me in interest.

The most prominent instrument here is obviously the keyboards, as expected from a gothic metal band. The keyboardist actually puts a nice and atmospheric performance here, unfortunately, due to the rest of the instruments being so slow, they just feel stale and unnecessary. It's like having a plate of a beef steak that was cooked two days ago and a top-quality wine at the same time. Sure, the wine tastes nice, but the beef steak's bad taste still prevails. Also, the drumming is way too simple and slow, so I can say nothing much about it.

The vocals are just your generic "beauty and the beast" vocals, which have been done to death by a bazillion bands. Worst of all is the guitar work. While the riffs are pretty nice, the slow tempo just kills the entire guitar work. It's not like I have anything against slow tempo in my metal, but those riffs are more suitable when they're played in a fast tempo. Hell, even their 2009-2010 material sounds way better than this album.

I can't  really recommend this album to people, other than gothic metal fans that don't mind listening to boring stuff like this.