Jumat, 06 Maret 2015

Ars Moriendi (LT) - Sightlessness (1999) (Indonesian Only)

Fap fap fap...
(For English-speaking readers, sorry, no English version here, I'm too busy nowadays, so as of now, I decide to write reviews in only one language, either Indonesian or English, until I have a lot of time to write bilingual reviews.)

Menurut Encyclopaedia Metallum, setidaknya tiga band memiliki nama Ars Moriendi. Satu adalah band melodic death metal dari Austria, satu lagi atmospheric black metal dari Perancis, dan satu lagi adalah band doom/death metal dari Lituania, yang kini kita bahas. Mereka berdiri pada tahun 1996 dan bubar pada waktu yang tidak diketahui. Sepanjang karir mereka, hanya satu demo dan satu full-length yang mereka rilis. Saya hanya dapat menemukan full-length semata wayang mereka, yang bertajuk "Sightlessness". Oh ya, ngomong-ngomong, kalimat "Ars moriendi" dalam bahasa Latin berarti "seni sekarat", dan merujuk pada dua teks dari sekitar tahun 1415 dan 1450 yang menjelaskan bagaimana caranya "mati dengan baik" (kata lainnya, mencapai "khusnul khotimah"). Dan saya rasa, nama itu cocok untuk menggambarkan musik yang dimainkan oleh band ini.

Kualitas produksi album ini cukup tinggi. Semua instrumen dapat terdengar dengan jelas, termasuk bass-nya. Tak hanya itu saja, namun produksinya juga terdengar mirip album-album thrash metal tahun 1990-an awal. Secara pribadi, saya suka produksi musik seperti ini.

Produksinya juga memberikan pengaruh yang kuat bagi drumming-nya. Setiap pukulan yang dilakukan oleh Rimas sang drummer terdengar sangat kuat, berkat produksi yang kaya akan rentang dinamis. Ini merupakan hal yang cukup langka ditemukan di skena extreme metal zaman sekarang. Ada baiknya band-band Indonesia mencontoh Ars Moriendi dalam soal kualitas produksi musik.

Sementara itu, Audrius sang bassist berjasa dalam menambah ketebalan suara musik yang dihasilkan dengan memainkan bass yang kebanyakan mengikuti permainan gitarnya. Dia juga sesekali melantunkan vokal operatis yang tidak terlalu sering, namun cukup menyentuh hati. Dalam hal vokal backing, Audrius ditemani Ruta dan Jonas. Bersama, mereka mengiringi nyanyian Martynas, yang terdiri dari vokal baritone yang diliputi rasa sedih, bingung dan gamang, dan vokal growl old-school death metal yang masih terkesan sedih. Memang, kedua jenis vokal ini umum di genre doom/death, namun saya menyukai vokal Martynas.

Ruta juga memainkan biola disini. Memang, instrumen biola tidak jarang digunakan di genre doom/death, jadi ini hal yang biasa, bagi para penikmat doom/death. Namun, permainan Ruta tetaplah indah menurut saya. Permainannya mengingatkan saya pada Lament Christ, dan itu menjadi pengingat bagi saya; saya harus mengulas demo Lament Christ yang bertajuk "In Ventus est Dolor..." suatu saat.

Terakhir adalah permainan Jonas. Ia juga memainkan gitar dan keyboard disini. Permainan keyboard-nya terdengar seperti hembusan udara musim dingin yang menusuk hati. Memang, dia tidak memainkan nada-nada yang rumit, namun permainan keyboard-nya tetap bagus. Namun, semenarik apapun permainan keyboard-nya, permainan gitarlah yang menentukan kualitas sebuah band metal. Disini, Jonas unjuk gigi memainkan riff-riff lambat yang merupakan percampuran dari doom metal, old-school death metal dan bahkan thrash metal, seperti pada lagu "Childhood Hills". Riff-riff ini terdengar indah dan atmosferik, dan dijamin akan menggugah perasaan kalian di dalam lubuk hati.

Sightlessness adalah album yang menyentuh relung hati. Memang, ada album doom-death lainnya yang lebih menyentuh, namun album ini cukup menyentuh. Disarankan bagi yang lagi galau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar